Dalam Diam Mencintaimu
“Dor”
“Huwa!!!” Irma menjerit sekenceng – kencangnya saat tiba – tiba ada seseorang yang mengagetkannya di susul suara gelak tawa.
“Ha ha ha, kaget ya loe”.
“Dino..., Berhenti selalu ngagetin gue” Geram Irma sambil mengelus dada. Matanya menyipit menatap kearah sosok yang lebih akrab di panggil dino yang kini masih tampak berusaha menahan tawanya.
“Kayaknya loe seneng banget ya, kalau sampei gue mati muda karena di kagetin mulu”.
“Jangan lebay. Loe nggak ngidap lemah jantung jadi gimana cerita nya bisa mati muda” Cibir Dino. Dan sebelum mulut Irma kembali terbuka ia sudah terlebih dahulu memotongnya.
“Loe pasti sudah sedari tadi nungguin gue kan . Ya sudah kalau gitu ayo kita berangkat”.
Walau masih kesel tak urung Irma mengangguk manut. Memang sudah hampir 15 menit ia menunggu Doni sebelum di kagetkan dengan tiba – tiba saat ia sedang asik memperhatikan tanaman cabenya yang berdaun kriting (???). Biasanya mereka memang pulang-pergi kuliah bareng. Kebetulan selain sekampus mereka juga tetanggaan. #@irma, Jreng jreng jreng... Tetangga ku idolaku. (1)
Sepanjang perjalanan tak henti mereka bercanda tawa. Doni anaknya memang enak di ajak ngobrol. Ditambah lagi mereka sudah bersahabat sejak kecil. Tak heran jika keduanya terlihat begitu akrab.
“Oh ya, hari ini loe masuk berapa mata kuliah?” tanya Doni sambil melepaskan helmnya. Saat itu mereka memang sudah sampai dihalaman parkir kampus.
“Dua, loe?”
“Sama, ya udah kalau gitu entar habis kuliah kita jalan yuk. Hari ini ada pembukaan pasar hiburan di lapangan”.
Irma terdiam. Pasang wajah sok mikir. Jalan bareng sama Doni?. Asik juga, walau doni notebenenya sahabat, tapi kan selama ini ia menyukainya diam – diam. Dan kali ini ia di ajak jalan, itu termasuk kencan bukan si?. Tanpa sadar bibirnya membentuk senyuman samar. #Naksir diam – diam (2)
“Nggak usah kelamaan mikir. Entar loe tunggu gue di sini. Kita jalan titik!” Tandas Doni tegas. Kali Ini tanpa pikir panjang Irma langsung mengangguk. Membuat Doni ikutan tersenyum sebelum benar – benar berlalu. Kebetulan kelas mereka memang berlawanan arah.
Cerpen Cinta Sedih | Dalam Diam Mencintaimu
“Ehem, kayaknya ada yang lagi seneng nie?”
Irma menoleh, mendapati Nandini yang kini duduk disampingnnya. Menyadari sahabatnya itu sedang berkata padanya Irma hanya mempu membalas dengan senyuman kaku.
“Ada apa nie. Cerita donk”.
Kali ini Irma hanya mengeleng. Nadini sedikit mengernyit, tapi ia juga tidak berniat untuk mendesaknya lebih lanjut dan memilih mengalihkan pembicaraan.
“Oh ya ir, Tadi loe pergi bareng siapa?”.
“Doni” Balas Irma santai tanpa memperhatikan raut wajah Nandini yang jelas terlihat antusias.
“Ehem, sebenernya loe punya hubungan apa si sama tu orang?”.
“He?” Refleks Irma menoleh. Mentap lurus kearah Nandini yang kini juga sedang menatapnya lurus.
“Loe pacaran ya sama dia?. Abis gue liat loe selalu bareng sama dia” Selidik Nandini lagi.
“Ha?. Ya enggak lah. Apaan si loe. Loe kan tau gue itu Cuma tetanggan ma dia”.
“Benarkah?”.
Tanpa ragu Irma mengangguk cepat. Gantian ia yang merasa heran saat melihat senyum lega terukir di wajah Nandini.
“Kalau gitu loe bisa bantuin gue kan?” Tanya Nandini penuh harap.
“Bantuin?. Bantuin apa?” tanya Irma sambil mengalihkan tatapannya dari Nandini. Tanggan nya mengeluarkan buku yang di rasa aneh dari dalam tas. Makin heran, kenapa ada komik sincan?. Otaknya segera berpikir, apa nie buku punya adeknya ya?. Tapi kok bisa nyasar di dalam tasnya?.
“Gue suka sama Doni”.
Komik sinchan yang sedari tadi di bolak balik Irma langsung jatuh di meja. Ia segera Menatap kearah Nandini yang tampak menunduk malu, tak menyadari ekpresi shock di wajah sahabatnya akan ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya.
“Karena itu, gue mo minta bantuan sama loe, loe kan temennya dia. Gue juga temen nya elo kan?. Jadi gimana Kalau loe jadi mak comblang kita?”.
Irma diam terpaku. Dia tidak salah dengar kan?. Nandini memintanya menjadi mak comblang untuk hubungannya dengan Doni yang jelas – jelas sudah di taksir olehnya sejak lama. Tidak, tidak. Kata ‘Naksir’ sepertinya kurang tepat. Ini bahkan lebih dari itu. Ia dengan sadar menyadari kalau ia jatuh cinta pada tetangga sebelah rumahnya.
“Loe mau kan bantuin gue?” tanya Nandini sambil mengangkat wajahnya. Tersenyum penuh harap pada irma.
“Gue....”.
“Stt... kita ngobrolnya entar aja. Pak Alvino masuk” Potong Nandini sambil mengarahkan telunjuknya kearah pintu.
Irma terdiam. Bingung dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. bahkan telinganya sama sekali tak mampu menangkap apa yang di ajarkan pak Alvino. Dosen sastra idola kampusnya. Pikirannya terfokus pada permintaan nandini. Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan?.
Cerpen Cinta Sedih | Dalam Diam Mencintaimu
Dengan lemes Irma melangkah beriringan bersama Nandini yang kini tersenyum lebar. Sementara Rani sepertinya menghilang entah kemana. Entah ia yang gila atau pun memang sedang setres. Tadi seusai pak Alvino keluar dari kelasnya Nandini kembali membujuknya. Bahkan ia sama sekali tidak sadar kalau kepala nya mengangguk menyetujui hingga membuatnya kini merasa penyesalan tiada henti. Ia juga bingung apa yang harus ia katakan pada Doni nantinya. Mana mereka rencananya hari ini mau jalan bareng lagi. Dan belum sempat ia menemukan jawabannya kini cowok yang di maksud sudah tampak tak jauh dari hadapannya. Melambaikan tangan sambil berjalan menghampiri.
“Pas banget. Jadi loe juga udah mau pulang nie?” Tanya Doni sambil tersenyum manis.
Irma membalas dengan anggukan. Ekormatanya melirik sekilas kearah Nandini yang terlihat sama sekali tak berkedip menatap kearah wajah Doni yang jelas – jelas sama sekali tidak menoleh. Karena saat ini Doni memang sedang menatapnya.
“Ehem, Gini Don. Sory ya. Tapi gue nggak bisa jalan bareng loe. Gue lupa, Gue ada janji sama si Fadly. Sepupu gue yang baru pulang dari luar negeri. Yang gue ceritain kemaren dulu itu lho” Kata Irma sambil memaksakan diri untuk tersenyum.
“Jadi... Kita nggak jadi jalan nie. Yah, padahal kan pembukaannya hari ini” Kata Doni terlihat kecewa.
“Nah, kalau soal itu loe tenang aja. Kebetulan Nandini juga pengen benget pergi kesana. Loe pergi bareng dia aja”.
“Ha?” Doni menatap tak percaya.
Sementara Irma sendiri terlihat serba salah. Perhatian Doni kemudian teralihkan kearah Nandini yang terlihat tersenyum manis.
“Loe nggak keberatan kan pergi bareng gue?” Tanya Nandini kearah Doni.
Doni tidak segera menjawab. Sekilas ia melirik kearah Irma yang tampak menunduk. Dihelanya nafas untuk sejenak sebelum kemudian menjawab.
“Tentu saja tidak. Kalau gitu ayo kita pergi bareng”.
Mendengar kalimat barusan Irma langsung mendongak. Menatap tak percaya kearah Doni yang kini sedang menatap Nandini sambil tersenyum. Irma tiba – tiba Merasakan dadanya terasa begitu sesak. Ia merasa begitu sulit untuk bernafas. Jujur saja ia merasa sangat kecewa. Kenapa Doni begitu cepat menyetujuinya.
“Sory ir, gue duluan” Balas Doni lagi sambil mengajak Nandini berlalu pergi. Sama sekali tak menoleh kearah Irma, apalagi sekedar untuk mendengar balasannya.
“Da Irma” Pamit Nandini sambil melambaikan tangannya. Irma masih terpaku di tempat. Menatap Kepergian kedua orang ‘Sahabatnya’ yang terus melangkah menjauh. Dengan cepat tangannya terangkat mengusap wajah. Matanya terasa perih tapi sebisa mungkin di tahannya. Ia sama sekali tidak punya alasan untuk menangis bukan?.
Cerpen Cinta Sedih | Dalam Diam Mencintaimu
Sesekali Irma mengintip dari balik Gorden jendela rumah. Ia pasang telingannya baik – baik. Bahkan ia sampai hanya mengunakan satu untuk volume Tvnya. Sejak sepulang kuliah tadi ia menunggu bahkan sudah hampir jam 18:00 Sore ia masih belum melihat kemunculan Doni di halaman rumahnya. Apa mungkin seasik itu acara jalan – jalan mereka.
Bertepatan dengan suara Adzan maghrip dari mushala yang tak jauh dari rumahnya Telinga Irma menangkap suara mesin motor yang sudah sangat familiar. Sepertinya Doni baru pulang. Irma segera bangkit berdiri. Tapi tentu saja bukan untuk menghampiri Doni melainkan beranjak ke kamar mandi, mengambil wudhu. Saat nya menyambut panggilan ilahi. Diatas apa pun, kewajiban pada yang maha kuasa harus lebih di utamakan.
Keesokan harinya Irma sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Setelah siap- siap untuk kuliah ia segera duduk – duduk di bangku di bawah pohon jambu depan rumah . Menanti Doni, tetangga depan rumah. Tumpangan gratis ke kampus sejak jaman antah berantah.
Saat melihat Doni yang baru melewati pagar rumahnya, Irma segera berdiri, melangkah menghampiri dengan senyum di bibir. Namun senyum itu langsung lenyap mendengar kalimat yang keluar dari mulut Doni untuk pertama kalinya.
“Ir, sory ya. Hari ini gue nggak bisa bareng sama loe. Kemaren gue udah janji buat menjemput Nandini”.
“O...” Irma menghentikan langkahnya. Jelas raut kecewa terpancar di wajahnya.
“Loe nggak papa kan?. Soalnya kemaren gue sudah terlanjur janji. Membatalkan janji secara sepihak tanpa alasan yang jelas tentu akan terasa sangat menyebalkan bukan?” tanya Doni lagi.
Irma Terdiam dengan wajah menunduk. Jujur ia sangat kaget mendengar Ucapa Doni barusan. Jelas ia merasa sangat tersindir. Di helanya nafas untuk sejenak sebelum mulutnya terbuka untuk menjawab.
“Gue nggak papa kok. Gue bisa naik bus. Ya sudah loe pergi aja. Kasian Nandininya kalau harus menunggu lama” Irma berusaha tersenyum. Mengubur dalam – dalam rasa kecewa yang jelas dirasakannya.
“Oh, ya sudah kalau begitu. Sory gue duluan ya” Pamit Doni .
Irma hanya membalas dengan anggukan. Dengan cepat Doni melajukan motornya. Sesekali ia menatap kearah kaca spion motornya. Menatap Irma yang masih berdiri terpaku. Di helanya nafas untuk sejenak. Jelas merasa kecewa karena gadis itu sama sekali tidak mencegahnya. Dasar bodoh, apa yang telah ia lakukan?.
Irma masih berdiri terpaku, menatap Doni yang semakin menjauh. Dengan langkah berat ia berbalik. Tiba – tiba ia merasa malas untuk ke kampus. Terserah mau kemana pun.
Bersambung
0 komentar:
Posting Komentar